Suara Warga yang Pilih Coblos Caleg: Wakil Rakyat Dipilih Rakyat, Bukan Partai

0 0

Suara Warga yang Pilih Coblos Caleg: Wakil Rakyat Dipilih Rakyat, Bukan Partai

Kamis, 5 Januari 2023 16:43
Reporter : Bachtiarudin Alam

  • 19
    SHARES



Suara Warga yang Pilih Coblos Caleg: Wakil Rakyat Dipilih Rakyat, Bukan Partai
Simulasi pemungutan suara Pemilu 2024. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com – Perdebatan partai politik terkait sistem proposional tertutup dan terbuka tengah bergulir. Berawal dari gugatan kader PDIP dan NasDem ke MK untuk mengubah sistem proporsional terbuka yang selama ini dipakai di Indonesia menjadi proporsional tertutup.

Isu ini akan berdampak langsung kepada masyarakat saat menentukan hak pilih mereka di Pemilu 2024. Dengan sistem proporsional terbuka, masyarakat akan mencoblos bersamaan daftar calon anggota legislatif (caleg) yang diusung oleh partai politik peserta pemilu.

Sementara, sistem proporsional tertutup, pemilih tidak langsung memilih calon anggota legislatif, melainkan partai politik peserta pemilu. Surat suara sistem pemilu proporsional tertutup hanya memuat logo partai politik tanpa rincian nama caleg. Calon anggota legislatif ditentukan partai. Oleh partai, nama-nama caleg disusun berdasarkan nomor urut.

Masyarakat memiliki pandangan beragam soal dua pilihan sistem pemilu tersebut. Salah satunya Safarianshah Zulkarnaen (28), yang mengaku sangat selektif memilih wakil rakyat. Dia khawatir perubahan sistem proporsional terbuka ke tertutup justru akan memunculkan kongkalikong antar calon wakil rakyat dan partai.

“Karena saya selektif untuk memilih wakil rakyat di pileg, langsung pilih orangnya. Karena saya tahu kapasitas orangnya. Saya khawatir kalau saya pilih partainya, dan digeser ke isu proporsional tertutup ada isu kongkalikong partai nanti,” kata Safa saat ditemui merdeka.com di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (5/1).

Safa memilih mendukung untuk tetap pada sistem lama proporsional terbuka. Dengan harapan agar tidak salah dalam memilih siapa yang akan menjadi wakilnya di Senayan nanti.

“Kalau dari segi teknis iya mungkin karena penghematan anggaran. Tapi disisi lain demokrasi kita seperti ditebas gitu, karena apa. karena yang menentukan calon terpilih melenggang senayan itu partai politik,” ujarnya.

“Sementara kualifikasi wakil rakyat itu dipilih oleh rakyat, bukan oleh partai. Jadi kalau misalkan dia dipilih partai ya bukan wakil rakyat lagi. Tapi wakil partai,” tambah dia.

Senada dengan Safa, Fachri Audhia Hafiez (28) juga menyayangkan wacana sistem pemilu diganti ke proporsional tertutup. Karena, hal itu akan membuatnya kesulitan dalam menentukan suaranya.

Sehingga, Fachri memilih agar sistem tetap dengan proporsional terbuka. Setidaknya itu akan lebih melihat siapa saja kandidat yang bakal mewakili suara rakyat di DPR.

“Iya, tapi kalau yang tertutup yah begitu jangan dong,” ucapnya.

Rizky Aditya (29) juga menyatakan biasa memilih perorangan bukan partai. Karena, dia melihat kinerja suatu wakil rakyat bisa dilihat dari kerja masing-masing legislatifnya.

“Biasanya saya pilih ya perorangan aja, karena saya lihat caleg ya kinerja perorangan kan. Tetep kinerja yang dipakai tetap perorangan,” ucao Rizki.

Di samping itu, Rizki menilai alasan penghematan anggaran dengan mengganti sistem pemilu dari terbuka ke tertutup tidak relevan. Jika isu ini mau digulirkan sudah seharusnya dari dulu dilakukan.

“Anggaran lebih besar kan cuman beberapa tahun sekali, lebih banyak tuh yang boros kan. Terus simpelnya gini aja pak, kalau yang terbuka aja sudah banyak maladmisnitrasi apalagi yang tertutup,” jelas Rizki.

“Ini menurut saya ada motif tertentu, kenapa gak dari dulu kalau menghemat anggaran kenapa baru sekarang. Kenapa ketika ada perdebatan di partai, perdebatan caleg di partai itu baru muncul isu ini. To The Point aja pemimpin itu orang bukan partai, masa kita memilih pemimpin tidak tahu orangnya,” tambah dia.


2 dari 2 halaman

Isu Sistem Proposional Tertutup

Sebelumnya, PDI Perjuangan percaya diri mendorong agar sistem pemilu menjadi coblos partai, sementara delapan fraksi di DPR kompak menolak. Tak hanya itu, aturan sistem pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tengah diuji secara materiil di MK oleh dua kader partai politik dan empat perseorangan warga negara.

Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (Pengurus Partai PDI-Perjuangan), Yuwono Pintadi (Anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

PDI Perjuangan menjadi satu-satunya partai yang mendukung dan mendorong adanya perubahan sistem pemilu tersebut.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai, kembalinya sistem coblos parpol sangat tepat dalam situasi demokrasi saat ini, di mana Indonesia tengah dihadapkan pada ketidakpastian secara global.

Sebanyak 8 fraksi partai politik di DPR menyatakan menolak Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024. 8 fraksi tersebut yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Perwakilan delapan fraksi menandatangani pernyataan sikap pada 2 Januari 2023. Sikap pertama 8 fraksi yakni akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju.

Kedua, meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

“Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara,” kutipan pernyataan sikap 8 fraksi.

[ray]

Baca juga:
Warga Pilih Coblos Caleg Ketimbang Partai: Saya Tahu Titipkan Suara ke Siapa
Suara Anak Muda Soal Sistem Coblos Caleg Atau Partai
Pilih Coblos Caleg Atau Partai, Ini Kata Masyarakat
Sistem Proporsional Terbuka Dinilai Jadi Penyebab Caleg Intelektual Sering Kalah

Tinggalkan Pesan

Your email address will not be published.