Debat Panas Lawan Ahok, Silvy Tersenyum Acungkan Jempol ke Bawah

0 0

193158_medium

Jakarta – Debat cagub-cawagub DKI ronde kedua mulai panas. Debat panas terjadi antara pasangan cagub-cawagub nomor urut 1, yakni Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, dan calon nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.

Moderator debat Tina Talisa memberikan kesempatan kepada pasangan nomor urut 1 melontarkan pertanyaan untuk pasangan nomor urut 2. Agus melontarkan pertanyaan seputar bagaimana Ahok mewujudkan birokrasi yang akuntabel dan bertanggung jawab di saat melakukan diskresi.

“Bagaimana koefisien lahan bangunan jika ada pengembang membangun sebuah, maka akan masuk ke dalam dana kompensasi dan bisa digunakan tanpa melalui kas negara. Saya bertanya apakah tidak bertentangan dengan birokrasi yang akuntabel dan bertanggung jawab?” tanya Agus kepada Ahok-Djarot di arena debat cagub-cawagub DKI di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (27/1/2017).

Ahok pun langsung diberi kesempatan untuk menjawab. Ia mengaku beruntung pernah duduk di Komisi II DPR, yang membidangi UU Diskresi. Ia lantas menuturkan dasar mengeluarkan diskresi tersebut atas sejumlah pertimbangan.

“Ada peraturan di dalam Perda, kalau dilintasi oleh transportasi berbasis rel kami membangun MRT, maka KLB boleh ditinggikan. Kalau tidak, maka tidak boleh naikkan mau teriak bayar Rp 1 triliun pun tidak bisa,” kata Ahok.

Ahok juga memaparkan bagaimana pembangunan di Jakarta ditunjang oleh kebijakannya itu. “Semanggi Rp 400 miliar dari kontribusi naikkan pembangunan. Ada perusahaan yang menilai, setelah itu dibukukan di APBD sebagai pendapatan lain-lain. Tetap berdasarkan good government dari transparansi, itu moto kami, WTP, ” tegas Ahok.

Giliran cawagub DKI nomor urut 1 Sylviana Murni melontarkan pertanyaan tajam kepada Ahok. “Saya tahu betul kalau bicara soal keuangan negara ada UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003. Semua alokasi dan pendapatan daerah masuk APBD dan dilakukan sinkronisasi dengan DPRD. Tapi saya melihat di sini bagaimana bisa dilaporkan dengan DPRD sementara harmonisasi eksekutif dan DPRD tidak terjadi,” kata Sylvi.

“Yang perlu kita sikapi lagi semua uang masuk dulu apakah diskresi atau kebijakan-kebijakan, tapi yang pasti ini pertama harus ada harmonisasi DPRD tidak langsung diberikan ke asisten pembangunan. Ketika ada satu harus dibangun keluar dari sana, ini namanya non-budgeter dan ini tidak boleh di UU ini harus dipertanggungjawabkan dan DPRD harus mengetahui bukan one man show,” kritik Sylvi.

Kritik Sylvi pun disambar dengan jawaban panas dari Ahok. “Kadang-kadang sama-sama birokrat memang agak lucu,” kata Ahok sambil tersenyum disambut tawa hadirin.

Ahok merasa dirinya sangat menguasai administrasi keuangan negara. Apa yang disampaikan Sylvi, menurut Ahok, berbeda dengan konsep kebijakannya.

“Jadi ini semacam kerelaan, tidak ada kewajiban membayar, maka ada perjanjian kerelaan dan bisa membangun. Nilainya bukan uang, tapi barang dan pakai jasa penilai. Kalau itu salah ada temuan, kalau tidak ada temuan karena ini memang boleh. Birokrat yang lama ini saya mengerti walaupun sudah 23 tahun jadi pejabat UU tentang keuangan berbasis kinerja itu baru dilakukan sejak 2001 dan di seluruh Indonesia tahun 2006. Saya kuasai keuangan daerah berbasis kinerja jadi saya rasa kurang mempelajari keuangan daerah berbasis kinerja,” kata Ahok.

Pernyataan penutup Ahok itu disambut acungan jempol ke bawah dan senyum dari Sylvi.

Tinggalkan Pesan

Your email address will not be published.